Gambar : Prabu Sri Bathara Kresna
Suatu hari di negeri Wirata, para Pandawa Lima sedang duduk dihadapan Prabu Matswapati.
Mereka baru saja berhasil menyelamatkan negeri Wirata dari pemberontakan yang dilakukan Kencakarupa dan Rupakenca. Dalam suasana itu para Pandawa Lima berniat ingin menagih janji Prabu Duryudana yang dahulu menghukum mereka seusai kalah main judi 13 tahun silam.
Werkudara sudah lama menantikan saat-saat yang menentukan nasib para Pandawa Lima yang sudah lama hidup di hutan dan setahun menyamar sebagai kaum sudra. Ia berniat menuntut balas atas perlakuan tidak senonoh Dursasana terhadap Drupadi, kakak iparnya.
Terbayang kejadian memalukan yang menimpa Drupadi saat hendak ditelanjangi Dursasana di tempat perjudian, Raut wajah sang Werkudara memerah dan sedikit-sedikit melotot kedua bola matanya.
Dalam hatinya, Werkudara bersumpah akan menyiksa Dursasana sampai tidak berdaya dan meminum darahnya.
Ketika sedang berkumpul bersama Prabu Matswapati, mereka membicarakan rencana untuk menagih janji kepada Prabu Duryudana agar negeri Amarta dan wilayah-wilayah otonomnya di kembalikan setelah Pandawa Lima menjalani masa hukuman.
Prabu Matswapati menyetujui rencana itu, tetapi Prabu Matswapati belum tahu siapa yang akan menjadi utusan perdamaian guna melunakkan hati Prabu Duryudana yang keras kepala itu.
Sayang, Pandawa Lima belum bisa meminta pertolongan untuk mencari sukarelawan yang mampu menjadi utusan perdamaian.
Mula-mula para Pandawa Lima mengutus Dewi Kunti Talibrata sebagai utusan, namun gagal karena perkara semacam itu tidak berhak diserahkan kepada orang tua. Kemudian giliran Prabu Drupada yang menjadi utusan, Prabu Drupada merupakan mertua Prabu Puntadewa.
Dengan segala nasehat dan petuah, Prabu Drupada mencoba membujuk Prabu Duryudana agar negeri Amarta dikembalikan kepada Pandawa Lima, namun malah tindakan Prabu Duryudana membuat rencana ini gagal juga.
Berawal ketika Prabu Drupada datang ke Hastina bersama putranya yang bernama Thrustajumena dan Patih Drestaketu, setelah Prabu Drupada masuk ke dalam istana untuk melakukan proses perundingan damai' Thrustajumena dan Patih Drestaketu diusir oleh Aswatama dan Burisrawa yang sejak awal sudah berniat melakukan hal itu.
Hingga pada akhirnya, Kereta Kuda beserta kuda penariknya dihancurkan dan dibunuh' Patih Drestaketu tidak mampu mencegah hal ini karena saat itu ia sibuk meladeni Aswatama dan Burisrawa yang menantangnya berkelahi.
Setelah Prabu Drupada keluar dari istana dalam keadaan kesal bercampur marah, ia kaget melihat kereta kuda tunggangannya hancur lebur. Kuda penarik keretanya dibunuh dan bangkainya dibiarkan terlantar.
Raja negeri Pancala itu marah melihat kejadian yang terjadi pada dirinya, lantas Prabu Drupada pulang ke Wirata menemui Pandawa Lima dan mengabarkan bahwa misinya gagal untuk melunakkan hati Prabu Duryudana. Para Pandawa Lima makin tertunduk lesu mendengar berita ini, dan upaya terakhir selanjutnya adalah mencari utusan perdamaian baru agar semoga rencana semacam ini bisa terlaksana.
Maka diutuslah Gatotkaca membawa surat berisi ajakan kepada Prabu Kresna agar mau menjadi utusan perdamaian untuk meminta hak atas negeri Amarta yang direbut oleh Prabu Duryudana.
Sesampainya disana, Gatotkaca memberikan surat ajakan itu kepada Prabu Kresna' dan akhirnya Prabu Kresna menyanggupi permintaan para Pandawa Lima.
Prabu Kresna bergegas menuju Wirata untuk menemui para Pandawa untuk mencari informasi sekaligus merancang rencana cadangan jika cara semacam ini gagal dilakukan.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar