7/10/2023

HARI-HARI TERAKHIR FITRAH ALAMSYAH, GITARIS JAMRUD

 
 
SEJAK RABU PEKAN LALU TELAH TIGA HARI FITRAH ALAMSYAH, GITARIS JAMRUD, TERGOLEK DI RANJANG RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG. IA TAMPAK LEBIH SEHAT KETIMBANG KETIKA BARU MASUK RUMAH SAKIT. HERNI SUGIARTINI, ISTRI FITRAH, DENGAN SUKA CITA MEMBAWA TABLOID MUMU EDISI 47 DENGAN KAVER LOG ZHELEBOUR, UNTUK DIPERLIHATKAN KEPADA AYAH DUA ANAK ITU.
 
“ Berkali-kali dia meminta saya untuk memandikan dirinya, jika ia meninggal “
Herni berharap Ifit – panggilan akrab Fitrah senang menerima tabloid MuMu karena di kaver itu juga tertempel gambar para personel Jamrud, termasuk Ifit. Herni mengabarkan kepada sang suami bahwa Jamrud ditulis bakal tur di 8 kota Sumatra. “Bukannya bergembira, wajah Kang Ifit malah kelihatan sedih,” tutur Herni sendu. Ifit lalu membalikkan wajahnya ke kiri.
 
Ia lantas menunjukkan tabloid yang disorongkan istrinya kepada rekan satu kamar yang dirawat di sebelah tempat tidurnya. “Kang, lihat, ada foto saya di sini,” kata Ifit kalem.
 
Sementara sang istri akan menebus obat di apotek, sekitar pukul 16.30 Ifit memaksa agar dibelikan Fanta merah dingin. Permintaan itu membuat kalang kabut keluarga yang menunggui Ifit. Mereka lantas berkonsultasi dengan perawat. Tapi selang satu jam kemudian Ifit terbatuk dan mengeluarkan dahak.
 
Tak berapa lama kemudian anak sulung dari empat bersaudara itu Astaghfirullah – muntah darah dan buang air besar. “Livernya pecah,” kata Herni kelu. Sekitar pukul 19.00 ia tak sadarkan diri. Ifit yang mengidap penyakit liver, jantung, dan paru-paru, pergi menghadap Illahi Rabbi pukul 20.00. Innalillahi wa innailaihi rojiun.
 
Sebelum dirawat di RS Hasan Sadikin, Ifit sempat dirawat di rumah sakit Boromeus, Bandung, selama sepekan. Setelah dinyatakan kondisi tubuhnya lebih sehat ia diperbolehkan untuk dirawat di rumah. Namun, Ifit cuma sempat dirawat di rumah selama empat hari, hingga ia anfal dan mesti dirawat kembali di RS Hasan Sadikin, Rabu pekan lalu. Hingga ia menghadap Tuhan.
******
Pekuburan Cibarunai Sarijadi, Bandung. Sabtu, 14 Agustus 1999. Matahari telah menyundul di atas kepala. Jam menunjuk pukul 13.00. Vidya Tamalinda Fitri, anak kedua Fitrah yang tanggal lahirnya sama dengan dirinya asyik melompat-lompat di sebelah makam sang ayah yang lahir 14 September 1972.
“Papa lagi tidur,” kata bocah tiga tahun itu tenang. Herni yang sedang tersandung duka tak mampu menahan air mata. Sementara Nadya Chindanita Putri, kelahiran 8 Desember 1993, dengan tenang berdiri di sebelah ibunya.
 
Fitrah tidur dalam keabadian di seberang makam ibunya, Ratna Gumilang yang meninggal setahun yang lalu, diantar oleh orang-orang yang dikasihinya, istri, anak, keluarga dekat, para kerabat, musisi Bandung, dan rekan-rekan satu grup Jamrud, Azis MS, Ricky Teddy, Krisyanto, dan Agus. “Kang Ifit memang meminta kepada saya agar dimakamkan di samping kuburan mami,” tutur Herni.
 
Tanda-tanda Fitrah bakal pergi, cerita Herni, telah terlontar sejak ia menderita sakit Mei lalu (saat Jamrud tur) dan dirawat di Yogyakarta selama sekitar delapan hari. “Dia berkali-kali menyebut mau mati.”
 
Sejak menderita sakit di Yogya itu, Ifit sering kelihatan murung dan kerap menyendiri. Berkali-kali ia sering mengeluhkan kondisi fisiknya. “Ifit sebenarnya harus bisa sembuh, tapi kenapa ya kok nggak bisa.”
 
Suatu ketika ia bilang kepada sang istri bahwa ia sangat menyayangi keluarga. “Namun dia jadi kelihatan tertutup. Yang dibicarakan selalu soal kematian. Berkali-kali dia meminta saya untuk memandikan dirinya, jika ia meninggal. Dan permintaan itu saya penuhi,” katanya lirih.
 
******
 
Sabtu itu, saat Fitrah berangkat menghadap Allah yang memiliki hidup, sebenarnya para personel Jamrud harus berada di Jakarta bertemu dengan Log Zhelebour, manajer dan produser mereka. Tapi Allah berkehendak lain. Keberangkatan ke Jakarta itu batal.
 
Rencananya, Jamrud ke Jakarta untuk membicarakan masalah Tur 8 Kota Sumatra sekaligus mendiskusikan soal Sandy yang sedang dalam perawatan ketergantungan obat di salah satu pesantren di Ciamis dan tentang kondisi kesehatan Fitrah. “Melihat kondisi kesehatan Fitrah, kami telah memutuskan bahwa Fitrah tak bakal bisa aktif sampai Desember, termasuk Tur di Sumatra. Sudah beberapa bulan ini kondisi fisik Fitrah tidak fit,” ujar Azis MS, gitaris dan motor Jamrud.
“Meskipun Fitrah tahu bahwa dirinya tak mungkin ikut tur, toh ia takut posisinya digantikan oleh Surya, roadies kami. 
 
Itu mungkin yang bikin ia tampak sedih selama sakit. Buat dia, grup adalah segala-galanya, tanggung jawabnya sangat besar. Saya sangat kehilangan dengan kepergian Fitrah. Tapi yang jelas, Fitrah meninggal bukan karena OD (over dosis),” kata Azis menambahkan.
 
Sejak ia mesti dirawat di Yogyakarta dan tak bisa meneruskan tur bersama Jamrud, kata Azis, ia amat takut kepada drug. Ini karena ia melihat contoh Sandy yang mesti direhabilitasi. “Gue kapok, sakit sekali. Apalagi mesti diinfus dan memakai tabung oksigen,” tutur Fitrah seperti diceritakan Azis.
 
Apapun, bukan Cuma di mata Azis, di mata Ricky, Krisyanto, dan Log, Fitrah adalah sahabat yang mengerti soal tanggung jawab. “Melihat kondisi kesehatannya yang memprihatinkan, saya melihat peluang hidupnya tipis. Tapi sebagai sahabat, saya terus berdoa semoga ia lekas sembuh. Meski kondisi fisiknya lemah, Ifit benar-benar sangat mengundang simpati saya, ketika ia tetap ingin tampil bersama grup untuk main saat ia mesti dirawat di Yogya. Saya benar-benar kehilangan dengan kepergian Ifit,” cerita Ricky, pencabik bas Jamrud.
 
“Ifit kerap berkeluh kesah dengan saya, tepatnya bercerita soal keluarganya. Ia amat menyayangi Istri dan anak-anaknya. Di mata saya dia adalah teman yang suka ngebodor (humoris). Saya tak bisa menghilangkan kenangan selama sekitar tujuh tahun berteman dengannya ketika kami masih dalam grup Jamrock,” tutur Krisyanto, vokalis Jamrud.
 
Wujud kenangan kepada Fitrah itu, barangkali, bisa terwakili lewat lagu Maaf ciptaan Azis MS dari album Putri
 
“... aku masih sayang padamu seperti dulu dan kuharap kaupun tahu ingin kumiliki rasa yang dulu pernah ada ....”
 
Dikutip Dari Tabloid MUMU, Edisi 19 Agustus 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar