Sang Citranggada telah tiada, kematian sang pemimpin negeri seribu gajah itu tidak disambut dengan aura kesedihan dan kehilangan' namun disambut dengan rasa lega dan tenang.
Mengapa ?
Karena raja yang satu ini berwatak keras kemauannya, tidak melihat waktu dan suka menghambur-hamburkan harta negara hanya untuk berperang dan membiayai prajurit yang mau bekerja untuknya.
Mengingat ia belum beristri, maka raja tersebut tidak berhasil memperoleh keturunan karena keburu mati ditangan Bathara Wisnu yang menyamar menjadi seorang Gandarwa. Bhisma Dewabrata hanya bisa diam dan tak bisa berkata apa-apa, ia benar-benar kehilangan saudara kebanggaannya itu. Yang paling tak kuasa menahan rasa sedih adalah Dewi Durgandini, meskipun Citranggada adalah putra yang lahir dari Prabu Sentanu' Citranggada memang sudah seperti Abiyasa, anak dari suami sebelum Prabu Sentanu.
Melihat kejadian ini, Bhisma Dewabrata menaruh harapan penuh kepada Wicitrawirya yang umurnya beda 5 tahun dari Citranggada. Bhisma tahu, adik bungsunya ini tak bisa bertarung seperti kakaknya' tetapi kecerdasannya justru melampaui kakaknya.
Ketika masih remaja, Wicitrawirya memang terkenal dengan kecerdasannya sedangkan Citranggada terkenal dengan watak pemberani dan kesaktiannya menyamai Bhisma. Sang Bhisma akhirnya mengangkat adik bungsunya itu sebagai raja interim, sedangkan Bhisma menjadi penasehat raja.
Abiyasa yang tadinya hanya sebagai pendamping Bhisma, kini diangkat sebagai Patih sekaligus Panglima Perang dengan gelar Mahapatih Sutiknapranawa. Masa pemerintahan Wicitrawirya memang cenderung sangat lama, tetapi hasilnya sama saja.
Negara-negara taklukan mendiang Citranggada memisahkan diri, seiring pemerintahan raja muda yang satu ini' kedaulatan Hastinapura makin keropos dan negara tersebut terancam bubar karena pembelotan raja-raja yang dahulu patuh kepada mendiang Citranggada.
Wicitrawirya berkali-kali mendapat surat pengunduran diri dari raja-raja taklukan, dan setiap membaca isi surat itu' Wicitrawirya dengan senang hati melepas semua wilayah taklukan Hastinapura.
Biarpun Hastinapura bukan kerajaan yang besar seperti dahulu, namun perdamaian antar negara kembali tercipta berkat Wicitrawirya. Dan setelah melepas semua wilayah taklukan, Wicitrawirya mendapat undangan dari Kerajaan Kasi. Ia diminta untuk mengikuti sayembara berupa turnamen beladiri dalam rangka memperebutkan Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika.
Wicitrawirya dengan berat hati sanggup menerima isi undangan itu, setelah mengetahui berita itu' sang Wicitrawirya menjadi gelisah lantaran ia bukan raja yang kuat dan pemberani seperti kakaknya.
Maka dengan inisiatif sendiri, Wicitrawirya mengutus Bhisma dan Abiyasa mewakilinya mengikuti sayembara turnamen beladiri di kerajaan Kasi. Dan ketika turnamen berjalan, Bhisma dan Abiyasa memenangkan turnamen itu dan berhak memboyong 3 putri kerajaan Kasi.
Di Hastinapura, Wicitrawirya sudah lama menunggu kepulangan Bhisma dan Abiyasa' ketika 2 orang utusannya kembali ke dalam istana. Wicitrawirya menyambutnya dengan suka cita, ketika pembicaraan dimulai Wicitrawirya diminta untuk memilih salah 1 diantara 3 putri boyongan tersebut.
Setelah berfikit, akhirnya Wicitrawirya memilih 2 orang putri yaitu Dewi Ambika dan Dewi Ambalika' mengingat sang raja ingin punya istri dan anak lebih dari satu. Maka akhirnya Wicitrawirya dan 2 putri boyongan dari negara Kasi tersebut melangsungkan pernikahan.
Dari pernikahan itu, Wicitrawirya memperoleh seorang anak dari Dewi Ambika' anak itu memiliki cacat sejak lahir. Anak itu merupakan simbol dari ketidaksempurnaan manusia, maka dengan rasa prihatin dan sedih, Wicitrawirya memberi nama anak pertamanya itu Dhestarastra.
Dhestarastra pada waktu itu baru berumur 1 minggu sudah diberi cobaan dengan kebutaan, dan itu sebagai pertanda bahwa Wicitrawirya akan menghadapi sebuah penyakit yang akan merenggut kehidupannya.
Dan ketika Dhestarastra berusia 4 bulan, Wicitrawirya sering sakit-sakitan akibat terlalu sering memaksakan diri melakukan pertemuan di pasewakan. Sehingga kondisi kesehatannya kian memburuk, apalagi sang raja harus melakukan upacara tahunan dalam rangka ulang tahun perayaan kenaikan tahtanya.
Maka terpaksa, acara tersebut harus pupus' karena ketika penyakit sang raja memasuki puncaknya rasa sakit, Wicitrawirya akhirnya meninggal dunia akibat penyakit yang ia derita sejak lama.
Meninggalnya Wicitrawirya menjadi duka yang kembali harus dirasakan oleh Kerajaan Hastinapura, sebab tidak ada lagi raja keturunan Bharata yang memerintah. Mengingat, Bhisma Dewabrata sudah bertekad tidak mau berketurunan dan bertahta karena ingin menjalani hidup sebagai pertapa.
Kematian raja muda itu membuat istri-istri sang raja menangis, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika tak kuasa menahan derasnya air mata yang membasahi pipinya. Dan sesuai dengan wasiat Prabu Sentanu, maka Abiyasa ditunjuk sebagai raja pengganti, walaupun Abiyasa bukan keturunan Bharata.
Abiyasa adalah keturunan Maharesi Palasara yang merupakan suami pertama Dewi Durgandini sebelum Prabu Sentanu. Abiyasa akhirnya menikahi Dewi Ambika dan Dewi Ambalika sebagai pelengkap dalam keluarga Hastinapura.
(TAMAT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar