Gambar : Resi Bhisma dari Pertapaan Talkanda
Srikandi yang melihat Resi Bhisma
mulai berpasrah akhirnya segera melepaskan anak panah ke arah pertapa tua renta
itu. Dan terhunuslah anak panah ke dada Resi Bhisma, lantas robohlah Resi
Bhisma dari atas kereta perang.
Semua orang yang menyaksikan
peristiwa itu segera mendekati tubuh Resi Bhisma yang sudah dilumuri darah’
para Pandawa dan Kurawa yang masih sibuk berperang akhirnya mengerumuni tubuh
Resi Bhisma sambil merintih sedih.
Para Pandawa dan Kurawa mencoba untuk
memberikan sesuatu kepada Resi Bhisma, Werkudara memberikan beberapa potongan
senjata sebagai bantal’ Resi Bhisma bangga dengan pemberian Werkudara yang
memang seharusnya dirasakan para perwira karena seorang ksatria harus tidur
diatas tumpukan senjata.
Arjuna memberikan air tanah sebagai
suguhan bagi Resi Bhisma, sang pertapa makin bangga dengan Arjuna karena itulah
yang diminta. Kemudian Resi Bhisma mengucapkan kata-kata terakhirnya sebelum
wafat. Resi Bhisma meminta agar Bharatayudha dihentikan sementara waktu untuk
menghormatinya. Tiba-tiba dari atas langit, muncul arwah Dewi Amba menjemput
Resi Bhisma yang sudah sekarat.
Dan Resi Bhisma meninggal dunia seketika
setelah jiwanya dijemput arwah Dewi Amba.
Resi Bhisma yang sudah tiada bernyawa
lalu dikremasi, semua orang di medan perang Kurukasetra mengenakan busana serba
putih untuk melayat atas kematian Resi Bhisma. Semua orang tertunduk lesu saat
jenazah Resi Bhisma sudah hangus menjadi abu, kemudian abu jenazah Resi Bhisma
dibawa ke pertapaan Talkanda sebagai tempat persembunyian terakhir.
Para Pandawa dan Kurawa kembali ke
pesanggrahan masing-masing, sementara itu Abimanyu dan beberapa putra Pandawa
yang lain kembali ke pesanggrahan sambil membawa berita duka. Irawan putra
Arjuna gugur bersama lawan tandingnya yang merupakan seorang raja raksasa.
Arjuna berduka, begitupun seluruh
anggota pasukan di pesanggrahan Gupalawiya’ mendengar kejadian itu Prabu
Matswapati menyarankan agar semua putra-putra Pandawa disuruh kembali ke negeri
Amarta karena peperangan ini bisa membahayakan nyawa.
Prabu Matswapati takut kalau nanti
seluruh putra-putra Pandawa tumpas seiring berjalannya Bharatayudha. Akhirnya
semua putra-putra Pandawa termasuk Gatotkaca dan Abimanyu disuruh pulang agar
tidak menjadi korban perang.
Namun, Prabu Kresna sebagai pujangga
perang mengatakan bahwa peranan seluruh putra Pandawa masih dibutuhkan jika ada
salah satu senapati yang gugur. Gatotkaca menurut saja dengan dawuh uwaknya,
tetapi lain hal dengan Abimanyu.
Abimanyu masih ingin maju perang,
tapi Arjuna melarangnya kembali ikut berpartisipasi dalam pertempuran mengingat
kematian Irawan yang baru saja diberitakan. Akhirnya Abimanyu disuruh kembali
ke Wirata.
Sedangkan Gatotkaca disuruh kembali ke Pringgadani sambil menyusun
kekuatan baru bersama para punggawa denawa seperti Patih Prabakesa,
Brajalamatan dan Brajawikalpa.
Dengan hati kecewa, Abimanyu kembali
pulang ke Wirata sendirian tanpa didampingi siapapun. Dalam hati, Abimanyu
bertekad melanjutkan perang meski tanpa perintah dari orangtuanya maupun juru
strategi perang.
Abimanyu pulang dengan wajah lesu sambil
menemui kedua istrinya ialah Siti Sundari dan utari yang dari tadi menanti
kehadiran sang putra Arjuna. Abimanyu dengan wajah masam memandang ke arah
Utari yang kala itu sedang menimang bayi laki-laki.
Karena bayi laki-laki itu belum
diberi nama, maka Abimanyu memberi nama anak laki-lakinya itu dengan gelar
Parikesit. Pemberian nama ini merupakan usulan dari Arjuna, ayahnya karena ini
sesuai dengan isi ramalan bahwa Parikesit kelak akan menjadi raja seusai
Bharatayudha.
(Selesai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar