Gambar : Resi Seta dari Pertapaan Parianom
Kisah kembali berlanjut, kali ini
berada di tepi Sungai Gangga dimana Resi Bhisma duduk beralas batu besar sambil
mengheningkan cipta. Dari dalam sungai, muncul cahaya bersinar terang
menghampiri Resi Bhisma. Cahaya itu datang sambil memanggil nama Resi Bhisma,
dari dalam cahaya itu terlihat sesosok wanita cantik bernama Bathari Gangga
yang merupakan ibu Resi Bhisma.
Resi Bhisma berbincang dengan Bathari
Gangga mengenai nasib keturunan Bharata yang kini sedang menghadapi pertikaian.
Bathari Gangga tahu, bahwa perang besar yang diramalkan dahulu kala sedang
terjadi. Bhatari Gangga mengatakan bahwa perang itu tidak bisa dicegah meski
Resi Bhisma menjadi wadat (tidak menikah seumur hidup) agar keturunan Sentanu
dengan keturunan Wicitrawirya tidak bersengketa.
Resi Bhisma menilai usahanya sia-sia
belaka, justru perang terjadi di dalam kubu yang masih keturunan Wicitrawirya.
Meski keturunan Wicitrawirya diteruskan oleh para Kurawa’ tetaplah kedudukan
para Kurawa di Hastina tidak dikehendaki oleh Dewata.
Bathari Gangga membocorkan rahasia
mengenai wahyu keprabon yang sejatinya tidak ada pada diri Prabu Duryudana,
itulah sebabnya negeri Hastina mulai memasuki masa suram karena dipimpin oleh
raja yang tidak dikehendaki oleh Dewata. Resi Bhisma kaget, kenapa Duryudana
bisa menjadi raja walaupun tidak dirasuki wahyu keprabon ?
Jawaban Bathari Gangga cukup
mencengangkan, Wahyu Keprabon malah berada di pihak para Pandawa yang pada
waktu itu pernah menjalani masa hukuman selama 12 tahun akibat kalah berjudi.
Itu artinya Duryudana merebut secara paksa tampuk kekuasaan negeri Hastina
dengan bantuan Patih Sengkuni yang sejatinya adalah sumber perpecahan.
Resi Bhisma berniat menghukum Patih
Sengkuni karena sudah memecah-belah kerukunan keturunan Bharata, namun Bathari
Gangga melarangnya karena kematian Patih Sengkuni tidak ditentukan oleh Resi
Bhisma melainkan salah satu anggota Pandawa yang masih memiliki darah Bathara
Bayu.
Menyimak ungkapan Bathari Gangga,
Resi Bhisma tahu siapa anggota Pandawa yang punya ikatan ideologis dengan
Bathara Bayu. Akhirnya Resi Bhisma memutuskan untuk kembali ke medan tempur
melanjutkan bakti setianya sebagai kesatria. Sebelum kembali ke gurun
Kurukasetra, Resi Bhisma diberi sebuah senjata pusaka berupa gandewa bernama
Kyai Jungkat Penatas.
Seusai memberikan senjata pusaka, Bathari Gangga kembali
ke dalam sungai untuk menjaga kesakralan Sungai Gangga.
Dengan tekad bulat, Resi Bhisma
kembali ke medan tempur menghadapi Resi Seta dan memenangkan Bharatayudha’
sambil menaiki kereta perangnya... Resi Bhisma bergumam bahwa ia pasti akan
mati sebagai prajurit pembela negara walaupun negaranya dipimpin oleh raja
angkara murka.
Berganti di medan perang, Resi Seta
memimpin pasukan dengan gagah berani sambil mengayunkan tangan kanannya yang
bersenjatakan pedang. Satu demi satu banyak prajurit Hastina yang tewas
ditangan putra sulung Prabu Matswapati ini.
Tidak disangka, saat sedang sibuk
menghabisi para prajurit’ tiba-tiba melesatlah anak panah dari arah belakang
lalu menancap di punggung Resi Seta. Otomatis, Resi Seta terjatuh dari wahana
yang dikendarainya. Rupanya ada orang yang licik menyerang dari belakang, Resi
Seta sadar bahwa ada perwira yang mau mencelakainya tanpa bertatap muka.
Sambil meraba punggungnya, Resi Seta
mencabut anak panah yang melukai punggung bagian kiri. Dari belakang muncul
seorang kesatria muda bernama Rukmarata yang dengan licik hendak menikam Resi
Seta dengan kerisnya.
Tetapi, tanpa pikir panjang Resi Seta
yang baru saja mencabut anak panah segera menoleh ke belakang dan menghardik
Rukmarata. Sambil melotot, Resi Seta mencekik leher Rukmarata dengan kuat
sehingga terangkat.
Rukmarata adalah anak bungsu Prabu
Salya, ia merupakan adik Burisrawa yang dinobatkan sebagai calon raja. Prabu
Salya dari kejauhan kaget melihat putranya dicekik oleh Resi Seta, namun karena
sudah kepalang takut akan dihabisi juga’ malah Prabu Salya datang memohon agar
Rukmarata diampuni. Tetapi, Resi Seta sudah gelap mata lantaran ulah Rukmarata
yang sudah curang menyerang dari belakang. Tanpa ampun, Rukmarata dicekik sampai
kehabisan nafas dan akhirnya tewas. Prabu Salya tercengang dengan kematian
Rukmarata yang hanya dicekik saja’ lalu seusai dicekik jasad Rukmarata dipukul
dengan senjata Gada sehingga kepalanya pecah lalu isi otaknya berserakan.
Ngeri melihat kondisi jasad
Rukmarata, Prabu Salya kabur dari medan tempur lantaran tidak kuat menyaksikan
jasad Rukmarata yang mati dicekik dan dipukul dengan gada. Setelah kejadian
itu, Resi Bhisma kembali terlihat memasuki medan tempur sambil membawa senjata
pusaka barunya. Lalu, Resi Bhisma datang menantang Resi Seta adu kesaktian’
tanpa menjawab pun Resi Seta datang melawan pertapa dari Talkanda itu.
Terjadilah adu senjata panah antara
Resi Seta dengan Resi Bhisma, keduanya merupakan sama-sama mumpuni dalam ulah
tanding lantaran mereka (berdua) adalah mantan murid kinasih Resi Rama Bargawa.
Adu anak panah sempat membuat hujan jemparing yang meleset ke arah para
prajurit dari kedua belah pihak.
Tak jarang pertarungan diantara
keduanya membuat seluruh prajurit memisah dari wilayah yang dilanda hujan
jemparing. Sampai suatu ketika, Resi Seta kehabisan anak panah dan beralih dari
senjata busur ke senjata gada’ ketika Resi Seta hendak mengayunkan gadanya
malah dari jauh gada yang digenggam itu terkena tembusan anak panah.
Gada yang digenggam Resi Seta
terbelah menjadi dua, Resi Bhisma merasa puas setelah berhasil melontarkan
panah yang membuat lawan tandingnya itu kehilangan harapan. Kali ini giliran
Resi Bhisma lah yang akan mengakhiri pertempuran, dengan senjata pusaka Kyai
Jungkat Penatas maka meluncurlah sebatang anak panah ke arah Resi Seta.
Anak panah yang terlepas dari gandewa
pusaka itu berhasil menembus kulit Resi Seta, akhirnya senopati andalan pihak
Pandawa gugur di medan laga. Otomatis kemenangan berada di pihak Kurawa dan
tentu pihak Hastina.
Para Pandawa mengetahui hal ini,
mereka menyesal karena tidak memenangkan pertempuran di hari pertama. Namun,
Prabu Kresna menganggap itu bukan kekalahan yang sebenarnya. Langsung saja
setelah Resi Seta gugur sebagai pahlawan, pihak wadyabala Pandawa segera
mengangkat senopati perang baru. Malam itu diangkatlah putra raja Panchala yang
bernama Trustajumena sebagai senopati pengganti.
Prabu Kresna memprediksi jika pihak
Wirata dan Pandawa dipimpin oleh Trustajumena, maka kemenangan akan datang di
esok hari. Seusai pengangkatan senopati yang baru, Trustajumena mengumumkan
beberapa senopati pengampit sebagai kekuatan utama. Diantaranya Werkudara,
Arjuna, Abimanyu, Gatotkaca, Setyaki, Udawa dan Srikandi’ keesokan harinya
Trustajumena segera maju memimpin peperangan dengan didampingi beberapa
senopati pengampit termasuk Srikandi yang notabene adalah istri Arjuna.
Sedangkan dari pihak Kurawa masih
tetap mengandalkan Resi Bhisma sebagai senopati agung dan pengampit setianya
yakni Begawan Durna dan Prabu Salya. Kali ini peperangan didominasi oleh pihak
Pandawa dengan memenangkan laga sampai hari ke 10.
Hari ke 10, perang semakin mencekam
dan banyak korban tidak terhitung’ waktu itu Arjuna sedang sibuk melawan
beberapa prajurit yang dipimpin beberapa anggota Kurawa. Dari kejauhan
muncullah Resi Bhisma mendekati Arjuna sambil mengendarai kereta perangnya.
Resi Bhisma meminta agar Arjuna
menyerangnya, tetapi Arjuna tidak berani karena dianggap dosa. Bagi Arjuna,
menyakiti orang yang lebih tua bahkan sampai membunuhnya adalah dosa besar.
Prabu Kresna yang melihat Arjuna tidak berani menghadapi Resi Bhisma akhirnya
terpancing emosinya untuk memarahinya.
Prabu Kresna berniat menghabisi Resi
Bhisma dengan senjata cakra yang muncul dari tangannya, Arjuna kaget ketika
melihat apa yang dilakukan Prabu Kresna’ sambil merengek Arjuna memohon agar
tidak membunuh Resi Bhisma. Arjuna menangis sambil meminta agar dibunuh saja
karena tidak tega melihat kakeknya itu akan dihabisi oleh Prabu Kresna.
Mendengar rengekan Arjuna, Prabu
Kresna tidak jadi membunuh Resi Bhisma dengan senjata Cakranya. Kemudian Arjuna
menyanggupi permintaan Resi Bhisma untuk adu tanding meski berat di hati.
Resi Bhisma dan Arjuna saling
melancarkan serangan sehingga kembali terjadi hujan panah di langit gurun
Kurukasetra. Arjuna yang masih merasa bersalah akhirnya dikalahkan oleh Resi
Bhisma hanya karena takut menerima dosa akibat perbuatannya itu.
Arjuna meminta agar ia tidak kembali
bertemu dengan Resi Bhisma karena merasa tidak sanggup melawannya, Prabu Kresna
ingat dengan isi buku Kitab Jitabsara yang berisi daftar korban perang
Bharatayudha.
Tanpa pikir panjang, Prabu Kresna
menyuruh Arjuna memanggil Srikandi untuk menghadapi Resi Bhisma. Namun, Arjuna
kaget mendengar perintah itu’ tetapi Arjuna tidak boleh mengelak dari Prabu
Kresna karena raja Dwaraka itu adalah mentornya sendiri.
Srikandi pun menghadap, Arjuna
memerintahkan Srikandi untuk menghadapi Resi Bhisma lantaran dirinya tidak
sanggup. Srikandi ragu, mengapa ia dijadikan jago untuk menghadapi sesepuh yang
lebih kuat dan berpengalaman.
Srikandi pun menuruti perintah,
sambil berdiri ia naik kereta perangnya ia maju melawan Resi Bhisma. Srikandi
dengan berani mendatangi pertapa dari Talkanda itu sambil menantanginya beradu
kesaktian. Resi Bhisma tersenyum, malah senyuman sang putra Santanu itu seolah
mengejek dan meremehkan Srikandi mengingat dia itu perempuan.
Namun, setelah melihat Srikandi’
muncul bayang-bayang masa lalu di pikiran Resi Bhisma ketika masih muda. Wajah
Srikandi mengingatkan Resi Bhisma pada sosok wanita yang dahulu ia tolak
cintanya yakni Dewi Amba.
Dahulu kala, Dewi Amba adalah putri
boyongan dari negeri Giyantipura setelah Resi Bhisma dan Resi Abiyasa
memenangkan sayembara tanding melawan Wahmuka dan Arimuka. Diceritakan waktu
itu Dewi Amba jatuh cinta pada Resi Bhisma, akan tetapi Resi Bhisma sudah
terlanjur bersumpah untuk melajang seumur hidup (wadat).
Dewi Amba meminta kepada Resi Bhisma
untuk menikahinya sebagai wujud tanggung jawab karena sudah diboyong sebagai
hadiah sayembara. Resi Bhisma lantas menolaknya, karena cintanya ditolak maka
Dewi Amba berusaha memaksa putra semata wayang Prabu Sentanu itu berbuat mesum.
Karena didorong oleh nafsu syahwat yang tinggi, maka Dewi Amba hendak memaksa
Resi Bhisma berhubungan intim dengannya’ namun sayangnya karena merasa dalam
bahaya, Resi Bhisma membunuh Dewi Amba atas dasar melindungi diri dari
perbuatan tidak senonoh itu.
Dewi Amba jatuh bersimbah darah, Resi
Bhisma pun menyesali perbuatannya kala itu yang membuat dirinya berdosa
terhadap wanita. Maka sebagai penebusan dosa, Resi Bhisma melakukan tapa brata
di pertapaan Talkanda sampai di usia senjanya.
Itulah bayangan Resi Bhisma saat
masih muda dulu, maka setelah melihat wajah Srikandi yang mendatanginya itu segera
Resi Bhisma memejamkan mata sambil menyilangkan kedua kakinya. Dengan penuh
kepasrahan, Resi Bhisma meminta agar segera diselesaikan tugasnya sebagai
senopati lantaran sudah terlanjur berdosa atas kematian Dewi Amba.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar