4/23/2018

Seri Bharatayudha : Irawan Gugur (PART 03)

Gambar : Resi Seta dari Pertapaan Parianom

Kisah kembali berlanjut, kali ini berada di tepi Sungai Gangga dimana Resi Bhisma duduk beralas batu besar sambil mengheningkan cipta. Dari dalam sungai, muncul cahaya bersinar terang menghampiri Resi Bhisma. Cahaya itu datang sambil memanggil nama Resi Bhisma, dari dalam cahaya itu terlihat sesosok wanita cantik bernama Bathari Gangga yang merupakan ibu Resi Bhisma.

Resi Bhisma berbincang dengan Bathari Gangga mengenai nasib keturunan Bharata yang kini sedang menghadapi pertikaian. Bathari Gangga tahu, bahwa perang besar yang diramalkan dahulu kala sedang terjadi. Bhatari Gangga mengatakan bahwa perang itu tidak bisa dicegah meski Resi Bhisma menjadi wadat (tidak menikah seumur hidup) agar keturunan Sentanu dengan keturunan Wicitrawirya tidak bersengketa.

Resi Bhisma menilai usahanya sia-sia belaka, justru perang terjadi di dalam kubu yang masih keturunan Wicitrawirya. Meski keturunan Wicitrawirya diteruskan oleh para Kurawa’ tetaplah kedudukan para Kurawa di Hastina tidak dikehendaki oleh Dewata.
Bathari Gangga membocorkan rahasia mengenai wahyu keprabon yang sejatinya tidak ada pada diri Prabu Duryudana, itulah sebabnya negeri Hastina mulai memasuki masa suram karena dipimpin oleh raja yang tidak dikehendaki oleh Dewata. Resi Bhisma kaget, kenapa Duryudana bisa menjadi raja walaupun tidak dirasuki wahyu keprabon ?

Jawaban Bathari Gangga cukup mencengangkan, Wahyu Keprabon malah berada di pihak para Pandawa yang pada waktu itu pernah menjalani masa hukuman selama 12 tahun akibat kalah berjudi. Itu artinya Duryudana merebut secara paksa tampuk kekuasaan negeri Hastina dengan bantuan Patih Sengkuni yang sejatinya adalah sumber perpecahan.

Resi Bhisma berniat menghukum Patih Sengkuni karena sudah memecah-belah kerukunan keturunan Bharata, namun Bathari Gangga melarangnya karena kematian Patih Sengkuni tidak ditentukan oleh Resi Bhisma melainkan salah satu anggota Pandawa yang masih memiliki darah Bathara Bayu.

Menyimak ungkapan Bathari Gangga, Resi Bhisma tahu siapa anggota Pandawa yang punya ikatan ideologis dengan Bathara Bayu. Akhirnya Resi Bhisma memutuskan untuk kembali ke medan tempur melanjutkan bakti setianya sebagai kesatria. Sebelum kembali ke gurun Kurukasetra, Resi Bhisma diberi sebuah senjata pusaka berupa gandewa bernama Kyai Jungkat Penatas. 

Seusai memberikan senjata pusaka, Bathari Gangga kembali ke dalam sungai untuk menjaga kesakralan Sungai Gangga.
Dengan tekad bulat, Resi Bhisma kembali ke medan tempur menghadapi Resi Seta dan memenangkan Bharatayudha’ sambil menaiki kereta perangnya... Resi Bhisma bergumam bahwa ia pasti akan mati sebagai prajurit pembela negara walaupun negaranya dipimpin oleh raja angkara murka.


Berganti di medan perang, Resi Seta memimpin pasukan dengan gagah berani sambil mengayunkan tangan kanannya yang bersenjatakan pedang. Satu demi satu banyak prajurit Hastina yang tewas ditangan putra sulung Prabu Matswapati ini.
Tidak disangka, saat sedang sibuk menghabisi para prajurit’ tiba-tiba melesatlah anak panah dari arah belakang lalu menancap di punggung Resi Seta. Otomatis, Resi Seta terjatuh dari wahana yang dikendarainya. Rupanya ada orang yang licik menyerang dari belakang, Resi Seta sadar bahwa ada perwira yang mau mencelakainya tanpa bertatap muka.

Sambil meraba punggungnya, Resi Seta mencabut anak panah yang melukai punggung bagian kiri. Dari belakang muncul seorang kesatria muda bernama Rukmarata yang dengan licik hendak menikam Resi Seta dengan kerisnya.
Tetapi, tanpa pikir panjang Resi Seta yang baru saja mencabut anak panah segera menoleh ke belakang dan menghardik Rukmarata. Sambil melotot, Resi Seta mencekik leher Rukmarata dengan kuat sehingga terangkat.

Rukmarata adalah anak bungsu Prabu Salya, ia merupakan adik Burisrawa yang dinobatkan sebagai calon raja. Prabu Salya dari kejauhan kaget melihat putranya dicekik oleh Resi Seta, namun karena sudah kepalang takut akan dihabisi juga’ malah Prabu Salya datang memohon agar Rukmarata diampuni. Tetapi, Resi Seta sudah gelap mata lantaran ulah Rukmarata yang sudah curang menyerang dari belakang. Tanpa ampun, Rukmarata dicekik sampai kehabisan nafas dan akhirnya tewas. Prabu Salya tercengang dengan kematian Rukmarata yang hanya dicekik saja’ lalu seusai dicekik jasad Rukmarata dipukul dengan senjata Gada sehingga kepalanya pecah lalu isi otaknya berserakan.

Ngeri melihat kondisi jasad Rukmarata, Prabu Salya kabur dari medan tempur lantaran tidak kuat menyaksikan jasad Rukmarata yang mati dicekik dan dipukul dengan gada. Setelah kejadian itu, Resi Bhisma kembali terlihat memasuki medan tempur sambil membawa senjata pusaka barunya. Lalu, Resi Bhisma datang menantang Resi Seta adu kesaktian’ tanpa menjawab pun Resi Seta datang melawan pertapa dari Talkanda itu.
Terjadilah adu senjata panah antara Resi Seta dengan Resi Bhisma, keduanya merupakan sama-sama mumpuni dalam ulah tanding lantaran mereka (berdua) adalah mantan murid kinasih Resi Rama Bargawa. 

Adu anak panah sempat membuat hujan jemparing yang meleset ke arah para prajurit dari kedua belah pihak.
Tak jarang pertarungan diantara keduanya membuat seluruh prajurit memisah dari wilayah yang dilanda hujan jemparing. Sampai suatu ketika, Resi Seta kehabisan anak panah dan beralih dari senjata busur ke senjata gada’ ketika Resi Seta hendak mengayunkan gadanya malah dari jauh gada yang digenggam itu terkena tembusan anak panah.

Gada yang digenggam Resi Seta terbelah menjadi dua, Resi Bhisma merasa puas setelah berhasil melontarkan panah yang membuat lawan tandingnya itu kehilangan harapan. Kali ini giliran Resi Bhisma lah yang akan mengakhiri pertempuran, dengan senjata pusaka Kyai Jungkat Penatas maka meluncurlah sebatang anak panah ke arah Resi Seta.

Anak panah yang terlepas dari gandewa pusaka itu berhasil menembus kulit Resi Seta, akhirnya senopati andalan pihak Pandawa gugur di medan laga. Otomatis kemenangan berada di pihak Kurawa dan tentu pihak Hastina.
Para Pandawa mengetahui hal ini, mereka menyesal karena tidak memenangkan pertempuran di hari pertama. Namun, Prabu Kresna menganggap itu bukan kekalahan yang sebenarnya. Langsung saja setelah Resi Seta gugur sebagai pahlawan, pihak wadyabala Pandawa segera mengangkat senopati perang baru. Malam itu diangkatlah putra raja Panchala yang bernama Trustajumena sebagai senopati pengganti.

Prabu Kresna memprediksi jika pihak Wirata dan Pandawa dipimpin oleh Trustajumena, maka kemenangan akan datang di esok hari. Seusai pengangkatan senopati yang baru, Trustajumena mengumumkan beberapa senopati pengampit sebagai kekuatan utama. Diantaranya Werkudara, Arjuna, Abimanyu, Gatotkaca, Setyaki, Udawa dan Srikandi’ keesokan harinya Trustajumena segera maju memimpin peperangan dengan didampingi beberapa senopati pengampit termasuk Srikandi yang notabene adalah istri Arjuna.

Sedangkan dari pihak Kurawa masih tetap mengandalkan Resi Bhisma sebagai senopati agung dan pengampit setianya yakni Begawan Durna dan Prabu Salya. Kali ini peperangan didominasi oleh pihak Pandawa dengan memenangkan laga sampai hari ke 10.
Hari ke 10, perang semakin mencekam dan banyak korban tidak terhitung’ waktu itu Arjuna sedang sibuk melawan beberapa prajurit yang dipimpin beberapa anggota Kurawa. Dari kejauhan muncullah Resi Bhisma mendekati Arjuna sambil mengendarai kereta perangnya.

Resi Bhisma meminta agar Arjuna menyerangnya, tetapi Arjuna tidak berani karena dianggap dosa. Bagi Arjuna, menyakiti orang yang lebih tua bahkan sampai membunuhnya adalah dosa besar. Prabu Kresna yang melihat Arjuna tidak berani menghadapi Resi Bhisma akhirnya terpancing emosinya untuk memarahinya.
Prabu Kresna berniat menghabisi Resi Bhisma dengan senjata cakra yang muncul dari tangannya, Arjuna kaget ketika melihat apa yang dilakukan Prabu Kresna’ sambil merengek Arjuna memohon agar tidak membunuh Resi Bhisma. Arjuna menangis sambil meminta agar dibunuh saja karena tidak tega melihat kakeknya itu akan dihabisi oleh Prabu Kresna.

Mendengar rengekan Arjuna, Prabu Kresna tidak jadi membunuh Resi Bhisma dengan senjata Cakranya. Kemudian Arjuna menyanggupi permintaan Resi Bhisma untuk adu tanding meski berat di hati.
Resi Bhisma dan Arjuna saling melancarkan serangan sehingga kembali terjadi hujan panah di langit gurun Kurukasetra. Arjuna yang masih merasa bersalah akhirnya dikalahkan oleh Resi Bhisma hanya karena takut menerima dosa akibat perbuatannya itu.



Arjuna meminta agar ia tidak kembali bertemu dengan Resi Bhisma karena merasa tidak sanggup melawannya, Prabu Kresna ingat dengan isi buku Kitab Jitabsara yang berisi daftar korban perang Bharatayudha.
Tanpa pikir panjang, Prabu Kresna menyuruh Arjuna memanggil Srikandi untuk menghadapi Resi Bhisma. Namun, Arjuna kaget mendengar perintah itu’ tetapi Arjuna tidak boleh mengelak dari Prabu Kresna karena raja Dwaraka itu adalah mentornya sendiri.

Srikandi pun menghadap, Arjuna memerintahkan Srikandi untuk menghadapi Resi Bhisma lantaran dirinya tidak sanggup. Srikandi ragu, mengapa ia dijadikan jago untuk menghadapi sesepuh yang lebih kuat dan berpengalaman.
Srikandi pun menuruti perintah, sambil berdiri ia naik kereta perangnya ia maju melawan Resi Bhisma. Srikandi dengan berani mendatangi pertapa dari Talkanda itu sambil menantanginya beradu kesaktian. Resi Bhisma tersenyum, malah senyuman sang putra Santanu itu seolah mengejek dan meremehkan Srikandi mengingat dia itu perempuan.

Namun, setelah melihat Srikandi’ muncul bayang-bayang masa lalu di pikiran Resi Bhisma ketika masih muda. Wajah Srikandi mengingatkan Resi Bhisma pada sosok wanita yang dahulu ia tolak cintanya yakni Dewi Amba.
Dahulu kala, Dewi Amba adalah putri boyongan dari negeri Giyantipura setelah Resi Bhisma dan Resi Abiyasa memenangkan sayembara tanding melawan Wahmuka dan Arimuka. Diceritakan waktu itu Dewi Amba jatuh cinta pada Resi Bhisma, akan tetapi Resi Bhisma sudah terlanjur bersumpah untuk melajang seumur hidup (wadat).

Dewi Amba meminta kepada Resi Bhisma untuk menikahinya sebagai wujud tanggung jawab karena sudah diboyong sebagai hadiah sayembara. Resi Bhisma lantas menolaknya, karena cintanya ditolak maka Dewi Amba berusaha memaksa putra semata wayang Prabu Sentanu itu berbuat mesum. 

Karena didorong oleh nafsu syahwat yang tinggi, maka Dewi Amba hendak memaksa Resi Bhisma berhubungan intim dengannya’ namun sayangnya karena merasa dalam bahaya, Resi Bhisma membunuh Dewi Amba atas dasar melindungi diri dari perbuatan tidak senonoh itu.

Dewi Amba jatuh bersimbah darah, Resi Bhisma pun menyesali perbuatannya kala itu yang membuat dirinya berdosa terhadap wanita. Maka sebagai penebusan dosa, Resi Bhisma melakukan tapa brata di pertapaan Talkanda sampai di usia senjanya.
Itulah bayangan Resi Bhisma saat masih muda dulu, maka setelah melihat wajah Srikandi yang mendatanginya itu segera Resi Bhisma memejamkan mata sambil menyilangkan kedua kakinya. Dengan penuh kepasrahan, Resi Bhisma meminta agar segera diselesaikan tugasnya sebagai senopati lantaran sudah terlanjur berdosa atas kematian Dewi Amba.

(Bersambung)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar