Foto : Stadion Utama Gelora Bung Karno
Kemarin, menjelang Pemilu kita dihebohkan oleh Gerakan Sholat Subuh Berjamaah di Monas dan Stadion Gelora Bung Karno. Kalau dilihat betul-betul, seharusnya hal seperti itu juga harus dilakukan setiap hari.
Jangan cuma ketika memasuki musim politik, hal semacam itu terjadi sebagai alat meraih dukungan. Kalau bisa nanti saat Ramadhan tiba, Gerakan Sholat Subuh Berjamaah itu harus dilakukan setiap hari selama 30 hari non stop.
Supaya orang tidak curiga bahwa peristiwa unik tersebut hanya terjadi pada tahun politik tetapi juga dilanjutkan hingga seterusnya.
Hitung-hitung agar masjid tidak sesak akibat membludaknya jamaah sholatnya.
Sholat Subuh Berjamaah memang merupakan sebuah moment yang langka di era millenial ini.
Sebab, kedua orang tua kita sudah tidak lagi mengajak untuk sholat
subuh berjamaah karena tidak ada yang bangun tidur tepat waktu. Bapak
kita bangun pagi-pagi sekali karena tertidur pada jam 8 malam. Begitu
bangun waktu menunjukkan jam 2 dini hari, maka itulah waktu yang
mustajab untuk sholat malam.
Ibu kita bangun pagi-pagi bukan karena ingin ikut sholat malam dengan Bapak, tetapi bagun karena hendak mencuci baju kotor yang tertumpuk di ember.
Sedangkan kita sebagai anak-anaknya justru terlambat bangun karena alasan masing-masing yang menurut orang tua dianggap sepele.
Kakak terlambat bangun karena baru tertidur jam 12 malam setelah pulang berkencan di rumah pacar, sedangkan adik terlambat bangun dan tidak jadi sholat subuh karena mengalami menstruasi yang mengharuskannya seminggu menepi dari kain mukena.
Itulah potret kehidupan era kini yang sudah bukan rahasia lagi, kenapa satu keluarga tidak pernah sholat subuh berjamaah ?
Jangankan sholat subuh berjamaah dengan keluarga sendiri, sholat subuh berjamaah di masjid saja malas karena buang-buang waktu.
Apalagi kalau ikut sholat subuh berjamaah di lapangan karena diundang pimpinan ormas yang berafiliasi dengan kubu oposisi ?
Mau dibilang apa coba ?
Kalau sholat subuh berjamaah saja dilatar belakangi kepentingan politik, apalagi kalau dilatar belakangi oleh jam bangun tidur !
Ditambah sholat subuh itu memang sulit diwujudkan dalam bentuk sholat berjamaah. Paling-paling sholat subuh berjamaah itu ramainya ketika sudah memasuki bulan ramadhan.
Karena hendak diselenggarakan kuliah subuh, otomatis warga rela bangun pagi-pagi sekali demi event tahunan itu.
Kita boleh bicara jujur, bahwasanya sholat adalah ibadah seumur hidup yang tidak boleh ditinggal' tetapi jikalau sholat itu dipakai untuk mengundang simpati dan pujian agar dinilai baik budi pekertinya itu jelas sebuah kekeliruan fatal.
Manusia yang berbudi pekerti luhur itu tidak perlu pamer wajah tanpa dosa bagaikan malaikat. Tetapi berpenampilan apa adanya, bukan ada apanya !
Ibu kita bangun pagi-pagi bukan karena ingin ikut sholat malam dengan Bapak, tetapi bagun karena hendak mencuci baju kotor yang tertumpuk di ember.
Sedangkan kita sebagai anak-anaknya justru terlambat bangun karena alasan masing-masing yang menurut orang tua dianggap sepele.
Kakak terlambat bangun karena baru tertidur jam 12 malam setelah pulang berkencan di rumah pacar, sedangkan adik terlambat bangun dan tidak jadi sholat subuh karena mengalami menstruasi yang mengharuskannya
Itulah potret kehidupan era kini yang sudah bukan rahasia lagi, kenapa satu keluarga tidak pernah sholat subuh berjamaah ?
Jangankan sholat subuh berjamaah dengan keluarga sendiri, sholat subuh berjamaah di masjid saja malas karena buang-buang waktu.
Apalagi kalau ikut sholat subuh berjamaah di lapangan karena diundang pimpinan ormas yang berafiliasi dengan kubu oposisi ?
Mau dibilang apa coba ?
Kalau sholat subuh berjamaah saja dilatar belakangi kepentingan politik, apalagi kalau dilatar belakangi oleh jam bangun tidur !
Ditambah sholat subuh itu memang sulit diwujudkan dalam bentuk sholat berjamaah. Paling-paling sholat subuh berjamaah itu ramainya ketika sudah memasuki bulan ramadhan.
Karena hendak diselenggarakan
Kita boleh bicara jujur, bahwasanya sholat adalah ibadah seumur hidup yang tidak boleh ditinggal' tetapi jikalau sholat itu dipakai untuk mengundang simpati dan pujian agar dinilai baik budi pekertinya itu jelas sebuah kekeliruan fatal.
Manusia yang berbudi pekerti luhur itu tidak perlu pamer wajah tanpa dosa bagaikan malaikat. Tetapi berpenampilan apa adanya, bukan ada apanya !
(Selesai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar