![]() |
Islam bukan arab
Arab bukan islam
Tidak semua orang arab beragama islam
Tidak semua orang islam itu arab
Inilah kalimat yang pas bagi perilaku orang indonesia hari ini. Mereka anggap segala yang berbau arab dianggap sunnah dan segala yang berasal dari arab dianggap syariat.
Padahal, orang arab tidak sama sekali merasa dirinya paling islami. Karena orang arab tidak cuma beragama islam, ada juga yang beragama nasrani dan yahudi.
Meski islam adalah agama mayoritas, namun islam bukan sebuah identitas mutlak bagi bangsa arab. Orang arab banyak yang menganut islam, tidak berarti haram memeluk agama selain islam.
Orang arab sudah dewasa dalam berpolitik, bersosialisasi dan berkebudayaan. Dimana mereka memisahkan agama, budaya dan politik agar tidak dicampur menjadi satu adonan.
Bagi bangsa sekelas Indonesia, memakai busana timur tengah adalah suatu kebudayaan yang telah terkontaminasi dengan kepentingan tertentu. Entah itu kepentingan transaksi, kepentingan budaya atau kepentingan kekuasaan.
Memakai jilbab bagi umat muslim (khususnya wanita) adalah wajib/sunnah. Jika tidak memakainya maka dianggap bukan wanita yang baik atau bahkan dicap seperti wanita kafir.
Apa hubungan antara jilbab dan kafir ?
Bukankah zaman sebelum islam, wanita-wanita kafir juga memakai jilbab ?!
Kalau ditelusuri memang ada dan terdokumentasi dengan baik lewat lukisan-lukisan purbakala atau karya-karya seni pujangga terdahulu.
Bicara soal mencintai budaya arab, nampaknya sudah amat berlebihan dan tidak membuat kita jadi tidak sehat secara lahir maupun bathin.
Seakan-akan kita dipaksa untuk menjadi bangsa lain yang menurut mereka dianggap paling bermoral dan beradab karena cara berpakaiannya.
Lalu, bagaimana dengan gaya hidupnya ?
Barangkali kita sudah tahu bahwa orang arab memang dulunya terkenal jahat dan tidak berperikemanusiaan.
Tercatat dalam sejarah, orang arab memiliki ahlaq yang buruk dan tidak jauh berbeda dengan orang romawi.
Sebagai bangsa yang cerdas tentu kita sedikit mengerti mengapa kita harus menjadi arab hanya karena beragama islam ?!
Efek buruk mencintai budaya arab secara berlebihan dapat menyebabkan kita kehilangan jatidiri dan merasa menjadi orang asing di tanah kelahirannya sendiri.
Segala yang berasal dari arab dianggap halal walau pun tidak sedikit yang kadangkala kurang cocok dengan adat istiadat di negeri kita. Bukankah kita sepakat bahwa islam dan arab itu berbeda meski saling berkaitan ?
Mungkin perlu adanya kesadaran bahwa budaya arab yang kita gemari dan kita sukai sudah mendarah daging seiring munculnya komersialisasi gaya hidup ala timur tengah.
Bukan cuma itu, anak-anak yang terlahir di indonesia pun diberi nama berbau arab agar terkesan sesuai syariat. Padahal, nama anak yang baik tidak harus berbau arab karena bisa jadi akan salah kaprah lantaran berbahasa arab tanpa pertimbangan.
Tidak sedikit orang indonesia yang menganggap budaya arab lebih baik dibanding budaya nusantara itu sendiri. Rupanya, blunder... Menganggap budaya arab adalah kewajiban atas nama agama.
Budaya nusantara harus dijaga baik-baik entah itu budaya jawa, budaya minang, budaya bugis, budaya bali, budaya sunda dan sebagainya. Umat islam tidak wajib berpenampilan seperti orang arab dan bergaya laksana orang arab. Menerapkan budaya arab sendiri tidak wajib karena merupakan budaya impor, bukan budaya lokal.
Nuansa berbau Arab sebagai hal impor tentu perlu dibatasi dan tidak perlu menjadi patokan peradaban bermasyarakat.
Contoh kecil saja, ada minyak zaitun mereknya cap babi dan ada minyak babi mereknya cap unta. Kita tentu dengan cerdas memilih minyak zaitun bermerek cap babi daripada minyak babi bermerek cap unta.
Kenapa demikian ?
Minyak zaitun itu halal, kandungannya bagus dan sangat dianjurkan dipakai sebagai bahan masakan. Walau bermerek cap babi, minyak zaitun-nya tetap halal.
Daripada minyak babi bermerek cap unta, meski mereknya tercetak pakai tulisan arab namun kandungannya berisi lemak babi tetap saja haram sekalipun diproduksi di Mesir.
Itulah gunanya membedakan mana yang halal dan haram, jangan tertipu bungkusnya yang embel-embel syariah tapi kenyataannya praktiknya menjurus ke hal-hal yang mubah.
Mari kita menjadi umat islam yang tetap berpegang pada adat dan budaya lokal tanpa harus menjadi maniak budaya arab yang sejatinya merupakan budaya impor.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar